BELAJAR MENJADI MUSLIMAH DI ATAS SUNNAH

www.hijrahmuslimahsejati.blogspot.com

Sabtu, 27 Februari 2016

MAKNA AHLU SUNNAH





• Siapakah yang dikatakan Ahlu Sunnah ?
– Al-Imam Ibnu Hazm berkata : ”Ahlus Sunnah yang kami sebutkan adalah ahlul haq, dan selain mereka adalah ahli bid’ah. Maka Ahlus Sunnah adalah para sahabat dan setiap yang menempuh jalan mereka dari para Tabi’in, kemudian ashhabul hadits dan orang-orang yang mengikuti mereka dari para fuqaha, dari generasi-ke generasi hingga sa’at ini. Demikian juga, orang-orang yang mengikuti mereka dari kalangan awam di timur bumi dan baratnya, semoga Alloh merahmati mereka semuanya“. (Al-Fishal fil Milal wal Ahwa’ wan Ni hal 2/271).

– Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa salam dan apa yang disepakati oleh As Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik”. (Majmu’ Fatawa: 3/375).
Beliau juga berkata : “Barangsiapa yang mengikuti Kitab, Sunnah, dan Ijma’, maka dia termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah. (Majmu’ Fatawa 3/346).
– Berkata Abu Nashr As-Sijzy : “Ahlus Sunnah adalah mereka yang kokoh di atas keyakinan yang dinukil kepada mereka oleh para ulama Salafus Sholeh, mudah-mudahan Allah Subhaanahu wa Ta’aala merahmati mereka dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam atau dari para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum- pada apa-apa yang tidak ada nash dari Al-Qur’an dan dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, karena mereka itu, radhiyallahu ‘anhum para Imam dan kita telah diperintahkan mengikuti jejak-jejak mereka dan sunnah mereka, dan ini sangat jelas sehingga tidak butuh ditegakkannya keterangan tentangnya”. (Lihat : Ar-Raddu ‘Ala Man Ankaral Harf
hal.99).
Diambil dari blog: Al-akh Agus santosa somantri dlm hidupkan sunnah matikan bid'ah
[27/2 08:14] Vira: Assalaamu'alaikum
Afwan ukhtyna sayank...ana mw bertanya
Dlam hukum hak waris anak tiri tentu tdk mndpat bagian harta tv jika mmksa ingin mndapat bgian bgaimna hkum harta tersebut...
Bismillah ini jawaban pernyataan diatas ukhtyna .. ☺👇🏻
Ustadz mudzoffar (pembagian waris, faraid)
1. Ketentuan hukum faraid
  Qs. An-nisa 7-8, 11-14, 176
2. Faraid dari kata fardlu, hukum yg wajib
3. Wasiat Allah, kalimat fatwa langsung dari Allah (an-nisa 176),
4. Bahasa Allah hukum waris "Tilkahududullah" (hudu= batasan) tidak boleh melampaui batas meskipun mereka ridho
Faktor penyebab:
1. kekerabatan
2. Suami istri
Faktor Penghalang warisan:
1. Kekufuran
2. Murtad (pindah agama) orang muslim tidak mewarisi orang kafir, orang kafir tidak mewarisi orang muslim
3. Ahli waris yg membunuh orang lain untuk mendapatkan warisan
4. Perzinahan (Anak yg terlahir dari diluar nikah)
5. LiAn (saling sumpah melaknat) penuduhan
6. Ashabul furuq keturunan pembagian (1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8) & ashoban
Susunan penerima ahli waris yg wajib:
1. anak kandung (L/P)
2. Suami atau istri sah
3. Kedua orang tua
4. Anak tiri (L/P) (jika ikut merawat mendapatkan hak yg setara dgn anak kandung)
5. Sanak saudara
6. Wasiat orang yg telah wafat
   ( Harus di bagi rata )
Semoga bermanfaat ..
  Barakallahu fiikum 😘
[27/2 11:59] Nisa HMS: siapakah yg disebut ahlu bid'ah???
Apa sj yg mereka lakukan
Dari :+6287871611278 (ukhti d'travellrs)
Tanggapan:
Bismillah
Syeikh Abdullah bin Abdurrahman al Jibrin- rahimahullah – mendapatkan pertanyaan sebagai berikut,
“Di tengah-tengah banyak orang gencar pembicaraan tentang bid’ah. Misalnya seorang yang terjerumus melakukan bid’ah maka banyak orang mengatakan bahwa orang tersebut adalah mubtadi ’ atau ahli bid’ah .
Alangkah baiknya jika anda menjelaskan kapan seorang itu menjadi ahli bid’ah.
Artinya seandainya ada orang yang melakukan perbuatan bid’ah menurut penilaian sebagian ulama sedangkan sebagian ulama ahli sunah yang lain tidak menilai perbuatan tersebut sebagai bid’ah. Dengan bahasa lain, status orang tersebut diperselisihkan (apakah melakukan bid’ah ataukah tidak) oleh dua kelompok ulama.
Apa yang menjadi tolak ukur dalam kasus semacam ini?”
Jawaban beliau:
ﻻ ﺷﻚ ﺃﻥ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺗﺘﻔﺎﻭﺕ :
ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺍﻻﻋﺘﻘﺎﺩﻳﺔ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﺼﺎﺣﺒﻬﺎ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﻛﺒﺪﻋﺔ ﺍﻟﻤﺮﺟﺌﺔ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺮﺟﺌﻮﻥ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﻣﻦ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﺃﻭ ﻳﻐﻠﺒﻮﻥ ﺟﺎﻧﺐ ﺍﻟﺮﺟﺎﺀ ﻓﻴﺒﻴﺤﻮﻥ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﻲ ﻭ ﺍﻹﻛﺜﺎﺭ ﻣﻨﻬﺎ . ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻛﺬﻟﻚ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻘﺎﻝ : ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮﺟﺌﺔ ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﻋﺔ .
ﻭ ﻛﺬﻟﻚ ﺑﺪﻋﺔ ﺍﻟﻮﻋﻴﺪﻳﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﻭ ﺍﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ . ﻓﻤﻨﻬﻢ ﻳﻐﻠﺒﻮﻥ ﺟﺎﻧﺐ ﺍﻟﻮﻋﻴﺪ ﻭ ﻳﺮﺟﺤﻮﻥ ﺩﺧﻮﻝ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭ ﻳﺨﻠﺪﻭﻥ ﻓﻴﻬﺎ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﻲ ﻭ ﻛﺒﺎﺋﺮ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ ﻭ ﻟﻮ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺘﻮﺣﻴﺪ .
ﻭ ﻛﺬﻟﻚ ﺑﺪﻋﺔ ﺍﻟﺮﺍﻓﻀﺔ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻜﻔﺮﻭﻥ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻭ ﻣﻦ ﻭﺍﻻﻫﻢ ﻭ ﻳﺸﺮﻛﻮﻥ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺣﻴﺚ ﻳﺪﻋﻮﻥ ﻋﻠﻴﺎ ﻭ ﺃﺋﻤﺘﻬﻢ ﻣﻦ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ . ﻓﻬﺬﺍ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﻣﺒﺘﺪﻉ .
"Tidaklah diragukan bahwa bid’ah itu bertingkat-tingkat. Bid’ah dalam masalah akidah itulah bid’ah yang menyebabkan pelakunya divonis sebagai ahli bid’ah .
Contohnya adalah bid’ah murjiah. Merekalah orang-orang yang tidak memasukkan amal anggota badan sebagai bagian dari iman. Atau mereka itu disebut murjiah karena terlalu menekankan sisi harapan kepada Allah sehingga secara tidak langsung mereka membolehkan orang untuk bermaksiat atau memperbanyak maksiat. Orang yang terpengaruh dengan faham murjiah, itulah orang yang mendapat vonis, ‘Ini adalah bagian dari murjiah, bagian dari para ahli bid’ah ’.
Demikian pula, bid’ah wa’idiyyah . Itulah Khawarij dan Mu’tazilah. Mereka lebih mengedepankan ancaman Allah secara umum dan ancaman masuk neraka secara khusus. Mereka berkeyakinan bahwa tukang maksiat dan pelaku dosa besar itu kekal di dalam neraka meski mereka adalah orang yang bertauhid.
Demikian pula Syiah Rafidhah. Merekalah orang-orang yang mengkafirkan para sahabat dan semua orang yang loyal dengan para sahabat. Mereka adalah orang-orang yang menyekutukan Allah dengan berdoa kepada Ali dan para imam Syiah dan perbuatan yang serupa.
Orang semacam inilah yang disebut dengan ahli bid’ah .
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﺼﺎﺣﺒﻬﺎ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﻋﻠﻲ ﺍﻹﻃﻼﻕ . ﻭﻟﻜﻦ ﻳﻘﺎﻝ : ﻓﻴﻪ ﺑﺪﻋﺔ ﻛﺎﻟﺬﻳﻦ ﻳﺤﻴﻮﻥ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻤﻌﺮﺍﺝ ﺃﻭ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺃﻭ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﺃﻭ ﻳﺼﻠﻮﻥ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺮﻏﺎﺋﺐ ﻭ ﻣﺎ ﺃﺷﺒﻬﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ.
Sedangkan bid’ah dalam masalah ibadah,
pelakunya sama sekali tidak bisa disebut sebagai ahli bid’ah . Akan tetapi pelakunya kita katakan bahwa pada dirinya ada kebid’ahan . Semisal orang-orang yang memperingati malam Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi, beribadah pada malam Nishfu Sya’ban, melakukan shalat Raghaib dan bid’ah-bid’ah yang lain dalam masalah ibadah.
ﻓﻬﻨﺎﻙ ﻓﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻻﻋﺘﻘﺎﺩﻳﺔ ﻓﻴﻘﺎﻝ ﻟﺼﺎﺣﺒﻬﺎ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﻭ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﻭ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﺼﺎﺣﺒﻬﺎ ﻓﻴﻪ ﺑﺪﻋﺔ ﻭﻻ ﻳﺼﺪﻕ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻧﻪ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﺑﺪﻋﺔ ﻛﻠﻴﺔ . ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﺍﻟﻤﺘﺒﺎﺩﺭ . ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ .
(Jadi ada perbedaan antara bid’ah dalam masalah akidah- itulah bid’ah yang pelakunya disebut sebagai ahli bid’ah-)
dengan bid’ah dalam masalah ibadah. Pelaku bid’ah dalam masalah ibadah mendapat sebutan ‘ada bid’ah pada dirinya’. Pelaku bid’ah semacam ini tidak tepat jika disebut sebagai ahli bid’ah.
Demikian jawaban instan yang bisa diberikan.
Wallahu a’lam ”.
[Fatwa ini kami jumpai dalam buku yang berjudul ‘Ijabah al Sa-il ‘an Ahammi al Masa-il Ajwibah al ‘Allamah al Jibrin ‘ala As-ilah al Imarat , hal 13-14, terbitan Maktabah al Ashalah wa al Turats, Emirat Arab tahun 2008 M. Fatwa ini disampaikan oleh Ibnu Jibrin pada tahun 1414 H sedangkan kata pengantar Ibnu Jibrin untuk buku tersebut ditulis pada tanggal 11 Syawal 1427 H].
Sumber : blog Ustadz ARIZ (tegar siatas sunnah)

0 komentar:

Posting Komentar