Mereka menyebar perkataan yang mereka klaim sebagai perkataan Ali radhiallahu 'anhu,
yaitu :
yaitu :
“Pemimpin kafir yang adil lebih utama dari pemimpin muslim yang zalim.”
Siapa muslim yang tidak mengormati Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu?!
Semua mencintai dan memuliakannya. Maka akan tampak sekali
betapa kata-kata tersebut akan memberikan pengaruh kaum muslimin,
terutama yang awam.
Tahukah anda, dibalik kata-kata itu ada racun syiah?
Ini penjelasannya :
Ungkapan itu bukan perkataan Ali bin Abi Thalib radhiallahu
anhu, tapi perkataan seorang tokoh ulama (baca: pendeta) syiah yang
bernama Ali bin Musa bin Ja’far bin Thawus, dikenal dengan sebutan
Sayyid Ibnu Thawus, Tokoh ulama Syiah asal Irak yang lahir tahun 589.
Pintarnya mereka (baca: liciknya) adalah ketika menyebut
sumber ungkapan tersebut hanya menulis Ali ra saja, tidak menyebut
nasabnya dengan lengkap, agar para pembaca mengira bahwa itu adalah
ungkapan Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, tentu tujuannya agar mudah
diterima masyarakat.
Kapan kata-kata itu diucapkan?
Anda ingat sejarah kelam yang menimpa dunia Islam saat keruntuhan Khilafah Bani Abbasiyah di Baghdad?
Iya, itu terjadi pada tahun 656 H = 1258 M.
Saat itu pasukan Tatar yang dipimpin panglima kafir dan bengis yang bernama Hulagu Khan, menyerbu Baghdad dan menaklukkannya.
Baghdad luluh lantak dan porak poranda,
perpustakaan-perpustakaan yang menyimpan kitab-kitab berharga mereka
musnahkan, penduduknya mereka bantai, sehingga ada yang memperkirakan
satu juta warga Baghdad terbunuh. Kelam sekali.
Nah, suatu kali, Hulagu Khan mengumpulkan para ulama
Baghdad untuk meminta fatwa mereka (hebat, orang kafir minta fatwa),
mana yang lebih utama, pemimpin kafir yang adil atau pemimpin muslim
yang zalim?
Para ulama saat itu diam tak berfatwa. Sangat boleh jadi karena kondisinya sangat dilematis, karena di hadapan mereka ada pemimpin kafir yang kejam sedang berkuasa dan dapat berbuat apa saja, sementara mereka yakin bahwa seorang kafir tidak boleh diangkat sebagai pemimpin.
Namun akhirnya Ali bin Thawus ini berani mengeluarkan fatwanya dengan menyatakan bahwa pemimpin kafir yang adil lebih utama dari pemimpin muslim yang zalim.
Para ulama saat itu diam tak berfatwa. Sangat boleh jadi karena kondisinya sangat dilematis, karena di hadapan mereka ada pemimpin kafir yang kejam sedang berkuasa dan dapat berbuat apa saja, sementara mereka yakin bahwa seorang kafir tidak boleh diangkat sebagai pemimpin.
Namun akhirnya Ali bin Thawus ini berani mengeluarkan fatwanya dengan menyatakan bahwa pemimpin kafir yang adil lebih utama dari pemimpin muslim yang zalim.
Kisah ini tercatat dalam kitab-kitab karangan kaum Syiah sendiri, di antaranya; Al-Adab As-Sulthaniyah, karangan Ibnu Thaqthaqi.
Ini teks arabnya dari kitab tersebut:
لما فتح السلطان هولاكو بغداد في سنة ست وخمسين وستمائة أمر
أن يستفتى العلماء أيهما أفضل: السلطان الكافر العادل أم السلطان المسلم
الجائر ؟ ثم جمع العلماء بالمستنصرية لذلك ، فلما وقفوا على الفتيا أحجموا
عن الجواب وكان رضيُّ الدين علي بن طاووس حاضراً هذا المجلس وكان مقدماً
محترماً ، فلما رأى إحجامهم تناول الفتيا ووضع خطه فيها بتفضيل العادل
الكافر على المسلم الجائر ، فوضع الناس خطوطهم بعده. -الآداب السلطانية
لابن الطقطقي/-2
Jadi ucapan tersebut tidak bersumber dari Al-Quran, hadits,
perkataan shahabat dan para ulama salaf dari kalangan Ahlussunah wal
jamaah.
Tapi dari mulut seorang syiah yang memang berkepentingan dengan ucapan tersebut saat itu.
Tapi dari mulut seorang syiah yang memang berkepentingan dengan ucapan tersebut saat itu.
Mengapa?
Karena mereka sedikit atau banyak termasuk yang berperan atas kejatuhan Khilafah Abbasiyah, tentu disamping faktor-faktor lain. Karena kelompok syiah terus merongrong penguasa Bani Abbasiyah.
Karena mereka sedikit atau banyak termasuk yang berperan atas kejatuhan Khilafah Abbasiyah, tentu disamping faktor-faktor lain. Karena kelompok syiah terus merongrong penguasa Bani Abbasiyah.
Tercatat dalam sejarah ada perdana menteri pada masa akhir
Khilafah Bani Abbasiyah yang bernama Ibnu Alqami yang secara diam-diam
berkonspirasi dengan Hulagu Khan untuk menyerang Baghdad dan meruntuhkan
kekhalifahan Bani Abbasiyah, dengan harapan setelah itu dia diserahkan
kekuasaan atas Baghdad. Namun setelah pasukan Hulagu Khan menguasa
Baghdad, kekuasaan itu tak diberikan kepadanya dan bahkan dia sendiri
dibunuh. Kematian tragis seorang pengkhianat.
Wallahu a'lam.
[Penulis ustad Abdullah Haidir Lc]Wallahu a'lam.
Diambil dari FB dr. Raehanul Bahraen
0 komentar:
Posting Komentar