Berbagai macam kegiatan dilalui oleh manusia di setiap
waktunya. Di setiap detik, menit, jam kita bergerak dan berbuat. Namun,
apakah kita semua menyadari bahwa di setiap gerak-gerak kita ada yang
mencatat di sebelah kanan dan kiri?
Ada malaikat yang senantiasa mencatat apa yang kita lakukan tanpa terkecuali. Perbuatan baik atau buruk, kecil ataupun besar, yang tampak atau tersembunyi—tidak ada yang terluputkan dari catatan malaikat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan mereka? Benar [Kami mendengar semuanya] dan utusan-utusan Kami [para malaikat] selalu mencatat di sisi mereka.” (QS. Az Zukhruf: 80)
Dengarlah keluh-kesah, penyesalan para pelaku kemaksiatan
ketika mereka dihisab amalannya di hadapan Allah, sebagaimana Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan diletakkanlah kitab. Lalu, engkau akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya dan mereka berkata, ‘Duh, celaka kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan sesuatu yang kecil dan tidak pula yang besar melainkan dicatat semuanya?’. Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan tertulis pula. Dan Rabb mu tidak menganiaya seorang pun.” (QS. Al Kahfi: 49)
“Dan diletakkanlah kitab. Lalu, engkau akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya dan mereka berkata, ‘Duh, celaka kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan sesuatu yang kecil dan tidak pula yang besar melainkan dicatat semuanya?’. Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan tertulis pula. Dan Rabb mu tidak menganiaya seorang pun.” (QS. Al Kahfi: 49)
Sadarilah, semua perbuatan kita akan dipertanggungjawabkan
di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Semua makhluk akan diadili di
pengadilan Allah yang maha adil. Tidak ada satu makhluk pun yang Allah
zalimi.
Setelah ini, akankah kita menggunakan anggota badan kita sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu kita?
Mata yang Allah beri—untuk apa kita gunakan? Apakah untuk melihat perkara-perkara yang menggugah syahwat atau kesia-siaan yang tidak mendatangkan manfaat dan kebaikan?.
Tangan yang Allah karuniakan—apakah digunakan untuk mengambil usaha yang haram atau untuk melakukan kezaliman terhadap diri dan orang lain?
Pendengaran dan mulut yang diberikan—apakah dipakai untuk mendengarkan lantunan-lantunan suara yang melalaikan kita dari berzikir kepada Allah?
Lalu, mulut ini—apakah dijadikan sarana untuk mencerca, menggunjing, dan menyakiti perasaan orang lain?
Semua itu akan dimintai pertangggung-jawabannya di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana disebutkan di dalam Al Qur-an,
“Dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak punya pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungan-jawabnya.” (QS. Al Isra’: 36)
Mata yang Allah beri—untuk apa kita gunakan? Apakah untuk melihat perkara-perkara yang menggugah syahwat atau kesia-siaan yang tidak mendatangkan manfaat dan kebaikan?.
Tangan yang Allah karuniakan—apakah digunakan untuk mengambil usaha yang haram atau untuk melakukan kezaliman terhadap diri dan orang lain?
Pendengaran dan mulut yang diberikan—apakah dipakai untuk mendengarkan lantunan-lantunan suara yang melalaikan kita dari berzikir kepada Allah?
Lalu, mulut ini—apakah dijadikan sarana untuk mencerca, menggunjing, dan menyakiti perasaan orang lain?
Semua itu akan dimintai pertangggung-jawabannya di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana disebutkan di dalam Al Qur-an,
“Dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak punya pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungan-jawabnya.” (QS. Al Isra’: 36)
Jagalah kenikmatan yang telah Allah berikan kepada kita.
Jadikanlah semuanya perkara yang akan memberatkan timbangan kebaikan di
hadapan Allah subhanahu wa ta’ala , memudahkan hisab di hadapanNya, dan
menjadi saksi amalan-amalan baik kita.
Bukan sebagai penggugat kita, karena perkara jelek dan maksiat yang telah kita lakukan.
Ingatlah akan suatu hari ketika Allah subhanahu wa ta’ala mengunci mulut-mulut kita, tidak dapat berbicara ataupun bersaksi untuk diri kita, namun anggota badan kitalah yang akan bersaksi atas perbuatan yang kita lakukan. Allah menegaskan hal ini di dalam Al-Qur’an,
“Hari ini Kami tutup mulut mereka. Lau, tangan mereka bercerita kepada Kami dan kaki mereka bersaksi tentang segala yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin: 65)
Bukan sebagai penggugat kita, karena perkara jelek dan maksiat yang telah kita lakukan.
Ingatlah akan suatu hari ketika Allah subhanahu wa ta’ala mengunci mulut-mulut kita, tidak dapat berbicara ataupun bersaksi untuk diri kita, namun anggota badan kitalah yang akan bersaksi atas perbuatan yang kita lakukan. Allah menegaskan hal ini di dalam Al-Qur’an,
“Hari ini Kami tutup mulut mereka. Lau, tangan mereka bercerita kepada Kami dan kaki mereka bersaksi tentang segala yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin: 65)
Tidak ada jalan bagi kita untuk mengingkari dari kejelekan
yang telah kita lakukan. Tidak ada yang mampu mengelak dari kemaksiatan
yang telah dikerjakan, karena semua kejadian tercatat dengan sempurna.
Karena itu, hendaklah setiap kita melihat dan memerhatikan perbuatan
yang akan dilakukan.
Janganlah kita melangkah dan mengerjakan sesuatu sebelum mengetahui apa yang akan dilakukan itu: [1] mendatangkan kebaikan ataukah kejelekan dan [2] sesuai dengan apa yang Allah cintai dan ridho-i ataukah sebaliknya.
Sungguh, orang-orang shalih terdahulu dari kalangan para sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik menahan diri untuk melakukan sesuatu sampai mereka mengetahui hal itu bisa mendekatkan diri kepada Allah ataukah tidak. Jika bisa, maka mereka melakukannya. Sebaliknya, jika tidak, mereka meninggalkannya.
Sungguh hisab di hadapan Allah sangatlah menentukan kehidupan kita di akhirat nanti. Satu kehidupan yang kekal yang tidak ada tempat bagi kita kecuali di antara dua: surga atau neraka.
Janganlah kita melangkah dan mengerjakan sesuatu sebelum mengetahui apa yang akan dilakukan itu: [1] mendatangkan kebaikan ataukah kejelekan dan [2] sesuai dengan apa yang Allah cintai dan ridho-i ataukah sebaliknya.
Sungguh, orang-orang shalih terdahulu dari kalangan para sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik menahan diri untuk melakukan sesuatu sampai mereka mengetahui hal itu bisa mendekatkan diri kepada Allah ataukah tidak. Jika bisa, maka mereka melakukannya. Sebaliknya, jika tidak, mereka meninggalkannya.
Sungguh hisab di hadapan Allah sangatlah menentukan kehidupan kita di akhirat nanti. Satu kehidupan yang kekal yang tidak ada tempat bagi kita kecuali di antara dua: surga atau neraka.
Selama masih ada kesempatan bagi kita untuk berusaha
memperbaiki amalan, maka hendaklah kita memperbaikinya. Hisablah amalan
kita di dunia ini sebelum Allah subhanahu wa ta’ala menghisabnya di
akhirat, sebagaimana yang telah disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ’anhu,
“Hisablah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab. Sebab pada hari ini [kehidupan dunia] adalah untuk beramal dan tidak ada hisab, sedangkan nanti [kehidupan akhirat] hanyalah hisab dan tidak untuk beramal.”
“Hisablah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab. Sebab pada hari ini [kehidupan dunia] adalah untuk beramal dan tidak ada hisab, sedangkan nanti [kehidupan akhirat] hanyalah hisab dan tidak untuk beramal.”
Ya Allah, ringankanlah hisab di akhirat nanti hamba-hambaMu
yang berusaha memperbaiki diri di dunia ini. Masukkan mereka ke dalam
surgaMu yang penuh dengan kenikmatan. Allahumma Amiin.
DISCDakwah Islam Sunnah Channel :
Telegram bit.ly/dakwahislamsunnah
Line @uxt5631a
0 komentar:
Posting Komentar